Sebagai sebuah suku yang memiliki tradisi
merantau, keterampilan mempertahankan diri menjadi salah satu bekal yang harus
dimiliki seorang pemuda Minangkabau. Disamping itu, kemampuan mempertahankan
teritorial nagari dari ancaman gangguan dari luar juga merupakan suatu
kebutuhan masyarakat. Kedua hal inilah yang mendorong berkembangnya Silek,
beladiri khas Minangkabau. Selama berabad-abad, beladiri ini pun tetap eksis
dan berkembang mengikuti tuntutan zaman.
Cerita rakyat dan sumber sejarah
menyebutkan riwayat asal mula berkembangnya beladiri ini di Minangkabau.
Dikisahkan keberadaan Silek Minang dikembangkan pertama kali oleh lima
pendekar. Kelima pendekar itu adalah Datuak Suri Dirajo di Pariangan dan empat
rekannya dari luar negeri, yaitu Kambiang Utan, Harimau Champo, Kuciang Siam
dan Anjiang Mualim. Merekalah yang dipercaya menciptakan olah gerak dalam Silek
Minangkabau yang memadukan keluwesan dan ketegasan dalam gerakan yang mematikan.
Silek atau Silat tidak saja
menjadi benteng pertahanan diri tetapi juga tontonan yang menghibur. Hal ini
sesuai dengan pemaknaan yang ada dalam istilah Pencak Silat sendiri. Pencak
Silat memiliki dua kata yang masing-masing merepresentasikan dua tujuan yang
berbeda. Pencak berasal dari kata mancak yang dapat dimaknai rangkai gerakan,
gestur atau koreografi yang indah, sedangkan silat sendiri mencerminkan unsur
beladiri.
Unsur mancak dalam Silek menjadi
dasar dari pengembangan kesenian Randai. Randai sendiri merupakan gabungan
permainan musik, sastra teatrikal, silat dan tarian dalam satu kesatuan
pertunjukan. Perkembangan Randai sendiri berawal sebagai suatu media
penyampaian cerita rakyat, yang kemudian pada perkembangannya lebih dominan
dalam aspek drama teatrikal. Pertunjukan Randai ini menjadi hiburan dalam
perhelatan pesta rakyat dan semarak kegembiraan di Hari Raya Idul Fitri.
Unsur beladiri dari Silek
sendiri jarang sekali dipertunjukkan sebagai suatu tontonan khalayak ramai. Hal
ini disebabkan unsur beladiri yang cenderung menghancurkan lawan tidak dianggap
sebagai suatu hiburan dalam budaya Minang. Melalui gerak pukulan, tendangan,
kuncian dan keterampilan menggunakan berbagai senjata, Silek lebih dianggap
sebagai jurus rahasia untuk mematikan gerak lawan. Karena itulah, para Tuo
Silek (Guru Silat) cenderung merendah dan menyembunyikan kemampuannya di depan
masyarakat awam.