Siti Manggopoh adalah
seorang pejuang perempuan dari Manggopoh, Lubuk Basung, Agam. Beliau lahir di
Manggopoh, Agam pada bulan Mei 1880 dan meninggal pada umur 85 tahun pada 1965
di Gadang, Padang Pariaman, Sumatera Barat. Ia pernah mengobarkan perlawanan
terhadap kolonialis Belanda dalam perang yang dikenal
sebagai Perang Belasting.
Pada tahun 1908, Siti melakukan perlawanan terhadap
kebijakan ekonomi Belanda melalui pajak uang (belasting). Peraturan belasting dianggap bertentangan dengan adat
Minangkabau, karena tanah adalah kepunyaan komunal atau kaum
di Minangkabau. Pada tanggal 16
Juni 1908,
Belanda sangat kewalahan menghadapi tokoh perempuan Minangkabau ini, sehingga
meminta bantuan kepada tentara Belanda yang berada di luar nagari Manggopoh.
Perang ini kemudian dinamai Perang Belasting.
Dengan siasat yang diatur sedemikian rupa oleh
Siti, dia dan pasukannya berhasil menewaskan 53 orang serdadu penjaga benteng.
Sebagai perempuan, Siti Manggopoh cukup mandiri dan tidak tergantung kepada
orang lain. Ia memanfaatkan naluri keperempuanannya secara cerdas untuk mencari
informasi tentang kekuatan Belanda tanpa hanyut dibuai rayuan mereka.
Ia pernah mengalami konflik batin ketika akan
mengadakan penyerbuan ke benteng Belanda. Konflik batin tersebut adalah antara
rasa keibuan yang dalam terhadap anaknya yang erat menyusu di satu pihak dan
panggilan jiwa untuk melepaskan rakyat dari kezaliman Belanda di pihak lain.
Namun ia segera keluar dari sana dengan memenangkan panggilan jiwanya untuk
membantu rakyat.
Tanggung jawabnya sebagai ibu dilaksanakan kembali
setelah melakukan penyerangan. Bahkan anaknya, Dalima, dia bawa melarikan diri
ke hutan selama
17 hari dan selanjutnya dibawa serta ketika ia ditangkap dan dipenjara 14 bulan
di Lubuk Basung, Agam, 16 bulan di Pariaman,
dan 12 bulan di Padang. Mungkin karena anaknya masih kecil atau
karena alasan lainnya, akhirnya Siti Manggopoh dibebaskan. Namun suaminya
dibuang ke Manado.