Randai



Randai dalam sejarah Minangkabau memiliki sejarah yang lumayan panjang. Konon kabarnya ia sempat dimainkan oleh masyarakat Pariangan Padang Panjang ketika masyarakat tersebut berhasil menangkap rusa yang keluar dari laut. Randai dalam masyarakat Minangkabau adalah suatu kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang dalam artian berkelompok atau beregu, dimana dalam randai ini ada cerita yang dibawakan, seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan cerita rakyat lainnya. Randai ini bertujuan untuk menghibur masyarakat biasanya diadakan pada saat pesta rakyat atau pada hari raya Idul Fitri. Pada awalnya Randai adalah media untuk menyampaikan kabar atau cerita rakyat melalui gurindam atau syair yang didendangkan dan galombang (tari) yang bersumber dari gerakan-gerakan silat Minangkabau. Namun dalam perkembangannya, Randai mengadopsi gaya penokohan dan dialog dalam sandiwara-sandiwara, seperti kelompok Dardanela.



Pengertian Randai adalah salah satu permainan tradisional di Minangkabau yang dimainkan secara berkelompok dengan membentuk lingkaran, kemudian melangkahkan kaki secara perlahan, sambil menyampaikan cerita dalam bentuk nyanyian secara berganti-gantian. Randai menggabungkan seni lagu, musik, tari, drama dan silat menjadi satu. Randai dipimpin oleh satu orang yang biasa disebut panggoreh, yang mana selain ikut serta bergerak dalam lingkaran legaran ia juga memiliki tugas yang sangat penting lainya yaitu mengeluarkan teriakan khas misalnya hep tah tih untuk menentukan cepat atau lambatnya tempo gerakan dalam tiap gerakan. Tujuannya agar Randai yang dimainkan terlihat rempak dan menarik serta indah dimata penonton Randai tersebut. Biasanya dalam satu group Randai memiliki panggoreh lebih dari satu, yang tujuannya untuk mengantisipasi jika panggoreh utama kelelahan atau kemungkinan buruk lainnya, karena untuk menuntaskan satu cerita Randai saja bisa menghabiskan 1 hingga 5 jam bahkan lebih.

Setiap anak randai punya gaya sendiri dalam gerak dan menepuk celana yang didesain khusus-mempunyai pisak yang dalam, sehingga menghasilkan bunyi beragam waktu ditepuk, tapi serempak. "Hep...ta...Dugudung-dak-dik-dung.
Dialog jeda sejenak, anak randai kembali berhepta-hepti diiringi cerita yang didendangkan (gurindam) dan diiringi saluang. Kehadiran randai dalam upacara-upacara dan pesta rakyat selain mempertebal rasa ketradisian juga memberi kesempurnaan terhadap adat istiadat Minangkabau itu sendiri. Kuat dan lemahnya lembaga adat Minangkabau menentukan bangkit dan tenggelamnya kesenian randai,


Keberadaan Randai di Minangkabau sebagai bentuk pengomunikasian sastra daerah kepada masyarakat dapat dijadikan sebuah gagasan untuk melestarikan budaya Indonesia. Perkembangan zaman yang semakin mengarah kepada globalisasi yang kompleks, kekhawatiran kehilangan kebudayaan telah menuntut gagasan kreatif hadir sebagai upaya menjaga kebudayaan Indonesia. Oleh karena itu, gagasan ini bertujuan memanfaatkan konsep Randai di Minangkabau sebagai bentuk komunikasi sastra daerah dengan memanfaatkan seni kerakyatan dan budaya daerah.


 

Time

Follow us on Twitter

Stats

Gallery