Jose Rizal Manua (lahir di Padang,
Sumatera Barat, 14 September 1954) adalah seorang
pujangga, sekaligus pendiri teater anak-anak, Teater Tanah
Air, yang meraih juara pertama pada Festival Teater Anak-anak Dunia
ke-9 di Lingen,
Jerman,
pada tanggal 14-22 Juli 2006. Selain itu ia juga
adalah seorang pemeran
dan pengisi suara dalam beberapa film. Pada tahun 2011 , Jose menjadi salah
juri dalam Festival Teater SLTA Se-Jabodetabek yang berlangsung di GRJS Bulungan
Jakarta Selatan.
Ia
merupakan seniman yang melahirkan banyak sajak humor. Tatkala menggelar
pembacaan sajaknya, kalangan seniman lain bertutur untuk apa kok pakai
ditambah humor atau apa itu sajak humor, sajak ya sajak saja. Tapi ada
pesan menyejukkan, “kamu teruskan saja, jangan pedulikan mereka”, kata Rendra.
Siapa sangka umpatan dan cacian serta hinaan itu malah berbalik. “Ternyata
mereka yang mencela saya justru mengirim sajak-sajak mereka untuk saya
bacakan”, kata Jose.
Sebetulnya
puisi-puisi humor ini juga banyak yang dalam maknanya, tidak sekedar melucu
tetapi sarat dengan kritik sosial dan bahkan religius. “Saya yakin puisi-puisi
humor akan mendapatkan tempat sendiri di hati masyarakat kalau kita melihat
situasi dan kehidupan yang begitu kompleks, orang perlu pengendoran otak, jadi
tidak melulu tegang. Maka sajak humor, saya kira merupakan salah satu sarana
yang bisa mengantisipasi itu, jadi ada prospeknya juga dengan puisi-puisi
humor”, katanya.
“Saya
dulunya pemain bola. Tahun 1966, saya masuk MBFA sebuah klub sepakbola yang
sangat terkenal di Jakarta, yang melahirkan Iswadi Idris. Saya main sepak bola
mulai dari bocah, kemudian naik ke sub junior. Waktu itu tahun 1969, saya
ditarik ke Persija Jakarta Timur. Teman main saya waktu itu Aun Harhara dan
Dede Sulaiman. Nah, mereka satu klub sama saya. Tapi pada tahun 1972,
mereka berdua didukung sama orangtuanya, artinya didukung materi untuk latihan.
Saya nggak, sepatu beli sendiri, kaos, pokoknya semuanyalah, sampai-sampai
buat beli itu saya jualan koran, nyalo oplet supaya bisa dapat uang
untuk beli sepatu main bola. Yang lebih sedih saya jalan kaki sekitar 10 kilo
dari rumah saya ke lapangan Persija”, kenangnya.
“Akhirnya
saking jengkelnya saya lari ke TIM. Mula-mula menggelandang, pokoknya di TIM
saya kerja apa saja, serabutan sampai tahun 1974 dan secara kebetulan ketika
itu TIM butuh tenaga kerja dan saya diminta bekerja di TIM sampai sekarang”,
tutur alumni IKJ (1980-1986) ini. Tahun 1975, ia bergabung dengan Teater
Mandiri pimpinan Putu Wijaya Menjadi anggota Bengkel Teater sejak tahun 1977.
Bedanya dengan kebanyakan anggota Bengkel Teater lainnya, dia tidak menjadi
benalu di padepokan tersebut. Jose termasuk anggota Bengkel Teater yang bisa
lepas dan mandiri.
Berbagai
lomba baca puisi di Jakarta baik tingkat DKI Jakarta maupun nasional telah
diikutinya sejak awal tahun 80-an dan selalu menang, sampai pada tahun 1986
para juri termasuk penyair Sutardji Calzoum Bachri memintanya untuk tidak lagi
mengikuti lomba. Sejak saat itu Jose menempuh hidupnya sebagai deklamator.
Tahun 1988, ia mendirikan Bengkel Deklamasi Jakarta, mendramatisasikan dan
memusikalisasikan puisi diberbagai tampat. Di tahun 1989, ia pernah membaca
puisi keliling ke beberapa kota besar di Indonesia dan Pembacaan Puisi Humornya
mendapat sambutan hangat di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Malaysia.
Jose
yang menyukai fotografi ini masih mengerjakan banyak hal, seperti melatih
teater untuk anak-anak. Sampai sekarang, Jose malah tambah bekibar menancapkan
kukunya pada bidang seni drama dan dunia kepenyairan. “Agar kesenian ini tidak
pernah mati, saya juga mendirikan teater anak-anak, yang diberi nama Teater
Tanah Air pada tahun 1988. Disini saya bisa menularkan lewat kesenian, drama,
tari, pantomin, puisi dan menyanyi pada anak-anak sejak dini”, katanya. Pada 5
November 2011 lalu, ia meyelasaikan Program Magister di bidang Film di ISI
Surakarta.
Sumber:
http://www.tamanismailmarzuki.co.id/tokoh/jose.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Jose_Rizal_Manua